tanpa
sadar air mataku bercucuran dipipiku, seseorang yang pernah membuatku
terasa lebih hidup dan berarti kini ia kembali dan membalas suratku
meski aku sudah lupa isi suratku yang dulu aku kirim, langsung saja aku
membuka isi lokerku dan mengenang kembali masa lalu saat kami masih
kelas 4 MI, foto yang selalu mengingatkan pada masa itu. Senyumpun tak
terbendung lagi sebentar sendu sebentar riang, aku juga bingung apakah
ini adalah perasaan senang atau memang ada ikatan tersendiri di antara
kami.
suatu hari disudut sore saat langit menjatuhkan air berupa hujan yang berwarna kemerahan karena senja, titiknya kembali melukiskan kenangan di tanah, basah, teringat ketika kecil dulu berlari sepulang mengaji bersenang ria, berhujan-hujanan bersama teman-teman. kini meringsut, satu jiwa di sudut sepi sampaikan irinya pada sang bintang dan rembulan yang sejak tadi masih sembunyi di balik langit memandang warna memadu romansa, pikirku membayang dua jiwa berjumpa di pinggir kenangan yang teraba kais semua sisa milik mereka entah itu asa atau itu nyata atau juga harap yang tak kunjung nyata. teringat kembali cerita masa kecilku saat bermain bersama sang uhkti di pinggiran sungai dibawah pohon jambu, dengan ditemani puluhan ekor bebek yang riang berenang dan bernyanyi, hari ini tanggal 14 juni 2006 hari ini adalah ulang tahunnya yang ke 17 sedangkan esok 15 juni 2006 adalah ulang tahunku yang ke 18 tahun. Huuuh ternyata sudah sekian lama cerita ini tak bersambung, sudah hampir 9 tahun cerita kami berdua terhenti.
Setiap kali aku melihat semua surat-surat yang pernah ia berikan untukku, aku pasti meneteskan air mata, cengeng memang, tapi memang aku selalu dibilang anak cengeng sama dia. Dalam kesendirianku dimalam ini aku mengingat kembali kenangan-kenangan ku sama dia, saat pulang sekolah bareng, berngkat ngaji bareng, angon bebek bareng, ngerjain pr bareng, dan masih banyak lagi yang kami lakukan secara bersama-sama. Teringat suatu saat dulu ketika kami berdua pulang sekolah bareng, dia selalu naik sepeda bersamaku, sebenarnya jalanan di desaku masih aspal tanah dan masih banyak batu kerikilnya, tapi sebagian besar temen-temenku memang membawa sepeda kalau berangkat sekolah dan cuman aku sendiri yang selalu boncengan sama temenku ukhti, yaaaah memang karena aku tidak punya sepeda dan ukhti memang tidak bisa naik sepeda sendirian. Kala itu di tengah perjalanan dia memintaku untuk mengajarinya bersepeda, tapi aku menolaknya untuk mengajarinya karena siang tadi hujan lebat dan jalanan masih licin, tapi dia memaksaku untuk mengajarinya, terpaksa aku mengajarinya. Jalan dipinggiran sungai memang benar-benar licin apalagi aku harus mendorong dan menahan sepeda yang ditumpanginya karena aku masih takut karena baru kali ini dia belajar bersepeda dengan kondisi jalan yang sperti ini. Tiba-tiba sepeda tak tertahan olehku karen tidak disengaja sepeda menabrak batu didepannya, karena tenagaku kalah dengan sepeda maka kami berdua terjatuh di sungai. Kami berdua tertawa terbahak-bahak, karena sudah kepalang tanggung basah kami langsung bermain air dan diwaktu yang bersamaan hujan kembali turun menemani kami berdua yang sedang asik bermain air di sungai.
Sesampainya dirumahnya kami kena marah sama bapak dan ibunya, karena baju kami kotor semua sedangkan besok masih memakai baju yang sama, aku langsung meminta maaf dan berpamitan pulang. Keesokan harinya dia tida masuk sekolah dan ibu guru mananyakan kepadaku, “akhi kemana ukhti? Kenapa hari ini dia tidak masuk sekolah?” aku diam saja tiba-tiba ada temanku yang memberikan surat keterangan sakit dari orang tua ukhti. Ketika jam istirahat aku menanyakan keadaan ukhti sama temenku namanya mas sobri, dan katanya dia sakit panas. Sepulang sekolah aku tidak langsung pulang kerumah, aku mampir terlebih dahulu kerumah ukhti untuk mengetahui keadaannya. Memang benar sesampainya aku dirumahnya dia masih terbaring di kasur dan badannya memang panas, lalu aku meminta maaf padanya, karena kemarin aku sudah mengizinkannya untuk belajar bersepeda dan akhirnya sampai jatuh kesungai. Tapi dia malah menjawab “akhi,,, tidak apa-apa ini juga salahku kok, yang memaksamu mengajariku bersepeda, akhi aku mintak kamu bacakan satu puisi untukmu sekarang”. Karena memang aku merasa bersalah maka aku turuti kemauannya.
“kemarin...
Saat hujan kembali turun, saat pelangi hendak menampakkan diri
Saat burung-burung sedang asiknya berhujan-hujanan, saat angin menyapu rerumputan,
Aku melihat wajahmu penuh kasih, wajahmu terlihat sangat manis saat kau suguhkan satu senyuman untukku...
Dan hujan menyambut senyumanmu dengan meriahnya
Saat itu pula aku mulai merasakan bahwa aku sangat memperhatikanmu,
Dan kini
Aku sangat mengkhawatirkanmu...
Kembali ia menghadiahkan satu senyuman seperti kemarin untukku.
13 januaari 2000 “Akhi... akhi... akhi... kamu tau gak kenapa Tuhan menurunkan hujan?” dia bertanya dengan begitu serius “yaaa karena Tuhan sayang sama makhluk-Nya dan hamba-Nya makanya Allah turunkan hujan...” dia diam sejenak dan tersenyum memperlihatkan lesung pipinya, “itu salah satung akhi,,, tapi ada alasan lain kenapa Allah turunkan hujan, Allah menurunkan hujan untuk kita berdua akhi, aku adalah hujan bagimu, setiap tetes hujan maka aku ada dalam tetesan itu, aku selalu ada setiapkali hujan turun dan menghampirimu...” tersentak aku sejenak, ini pertama kalinya ia berkata seperti itu. Rintik hujan mulai membasahi rerumputa disekeliling dan mulai membasahi kami, “akhi... Tuhan telah mengabulkan do’aku... aku meminta hujan turun untukmu..” aku masih diam seribu bahasa, sejenak aku memandangi langit kutarik nafas dalam-dalam dan kuhembuskan, kembali aku memandang wajahnya yang mungil dan manis, kemudian aku berkata “ukhti coba lihat disana, ada seekor semut yang sedang menikmati kedatangan rintikan hujan, mungkin ia sedang kehausan karena seharian tak turun hujan, walau pohon itu ada di pinggir sungai, tapi kenapa ia memilih menunggu hujan turun ketimbang mengambil air di sungai ini,,,?” dengan senyuman ia menjawab pertanyaanku “akhi aku juga gak tau kenapa, mungkin memang hujan adalah suatu berkah yang sangat luar biasa untuk semua makhluk-Nya..”.
Sore itu aku, ukhti, paman sedang menggiring bebek menuju kandangnya. Kemudian pamanku menyampaikan sebuah kata-kata “sore ini hujan rintik belum terpejam/ cinta masih beku/ rindu masih hambur/ sajak-sajak menggamit semua kerinduan dan keheningan/ menanti luruh dengan hadirmu bersama rinai hujan... akhi, ukhti kalian berdua boleh pulang biar paman sendiri yang menggiring bebek-bebek ini masuk kekandang” dengan senyuman kami lalu berpamitan kepada paman, di persimpangan jalan dia menyodorkan secuil kertas untukku, dan ia berkata “akhi tolong dibaca setelah akhi sampai dirumah” aku langsung mengambil surat iru dan kami berpisah disini menuju rumah masing-masing, dan dia kembali memberikan senyum dan lesung pipihnya. Sesampainya dirumah aku duduk di kursi bambu reot buatan bapak, sambil memandangi hujan pelan-pelan aku membuka kertas ini, dan aku membaca surat itu untuk hujan.
Awan-awan untukmu
Mungkin ini hanya lukisan tentang rinai-rinai rindu sang hujan
Atau semacam nostalgia gerimis...
Mungkin juga getar dawai hati yang sunggu ku berikan untuk sang hujan
Kesejukan menyusup saat hujan datang dan aku bercerita padanya tentangmu
Saat kuhitung butira-butiran embun pada daun
Ada wajah tersenyum bercermin pagi itu
Pada setiap gugusan bening
Kumemandangnya dari sudut kamarku dijendela ini aku melihatmu tersenyum padaku
Sore ini tak banyak yang ingin ku katakan
Di hatiku
Awan-awan untukmu...
Akhi semoga kamu bisa mengingatku saat kamu tertidur dan bermimpi
Berlari diantara ilalang bercanda ria disana,
Di bawah pohon jambu tempat kenangan kita berama bebek-bebek nakal milik paman saipul.
Semoga kamu memahami hati ini...
Berulang kali aku membaca surat ini, dalam hati berkata “akankah kau selalu disini untukku uhkti...” huuuh memang seminggu lagi ia dan keluarganya mau pindah ke jogja, setiap saat, setiap waktu aku berulang kali membaca surat itu, biar kata-kata yang ada dalam surat itu bercampur menjadi satu dengan darahku.
15 januari 2000. saat kami pulang sekolah aku melihat dia sepanjang jalan hanya diam, kuhentikan laju sepeda dan aku bertanya “ukhti kenapa hari ini kamu diam? Biasanya kamu paling cerewet kalau naik sepeda bersamaku” dia masih saja diam “ukhti apa kamu marah sama aku karena tadi pagi aku berangkat sekolah gak jemput kamu dulu?” diapun masih saja diam kemudia aku memberikan senyuman untuknya, lalu ia berkata “besok ayahku mau datang kesekolah, meminta surat pindah sekolah sama pak kepala sekolah” kembali ia terdiam dan memasang wajah murungnya. “akhi.... BERSAMBUNG...
by. Banyu mili
suatu hari disudut sore saat langit menjatuhkan air berupa hujan yang berwarna kemerahan karena senja, titiknya kembali melukiskan kenangan di tanah, basah, teringat ketika kecil dulu berlari sepulang mengaji bersenang ria, berhujan-hujanan bersama teman-teman. kini meringsut, satu jiwa di sudut sepi sampaikan irinya pada sang bintang dan rembulan yang sejak tadi masih sembunyi di balik langit memandang warna memadu romansa, pikirku membayang dua jiwa berjumpa di pinggir kenangan yang teraba kais semua sisa milik mereka entah itu asa atau itu nyata atau juga harap yang tak kunjung nyata. teringat kembali cerita masa kecilku saat bermain bersama sang uhkti di pinggiran sungai dibawah pohon jambu, dengan ditemani puluhan ekor bebek yang riang berenang dan bernyanyi, hari ini tanggal 14 juni 2006 hari ini adalah ulang tahunnya yang ke 17 sedangkan esok 15 juni 2006 adalah ulang tahunku yang ke 18 tahun. Huuuh ternyata sudah sekian lama cerita ini tak bersambung, sudah hampir 9 tahun cerita kami berdua terhenti.
Setiap kali aku melihat semua surat-surat yang pernah ia berikan untukku, aku pasti meneteskan air mata, cengeng memang, tapi memang aku selalu dibilang anak cengeng sama dia. Dalam kesendirianku dimalam ini aku mengingat kembali kenangan-kenangan ku sama dia, saat pulang sekolah bareng, berngkat ngaji bareng, angon bebek bareng, ngerjain pr bareng, dan masih banyak lagi yang kami lakukan secara bersama-sama. Teringat suatu saat dulu ketika kami berdua pulang sekolah bareng, dia selalu naik sepeda bersamaku, sebenarnya jalanan di desaku masih aspal tanah dan masih banyak batu kerikilnya, tapi sebagian besar temen-temenku memang membawa sepeda kalau berangkat sekolah dan cuman aku sendiri yang selalu boncengan sama temenku ukhti, yaaaah memang karena aku tidak punya sepeda dan ukhti memang tidak bisa naik sepeda sendirian. Kala itu di tengah perjalanan dia memintaku untuk mengajarinya bersepeda, tapi aku menolaknya untuk mengajarinya karena siang tadi hujan lebat dan jalanan masih licin, tapi dia memaksaku untuk mengajarinya, terpaksa aku mengajarinya. Jalan dipinggiran sungai memang benar-benar licin apalagi aku harus mendorong dan menahan sepeda yang ditumpanginya karena aku masih takut karena baru kali ini dia belajar bersepeda dengan kondisi jalan yang sperti ini. Tiba-tiba sepeda tak tertahan olehku karen tidak disengaja sepeda menabrak batu didepannya, karena tenagaku kalah dengan sepeda maka kami berdua terjatuh di sungai. Kami berdua tertawa terbahak-bahak, karena sudah kepalang tanggung basah kami langsung bermain air dan diwaktu yang bersamaan hujan kembali turun menemani kami berdua yang sedang asik bermain air di sungai.
Sesampainya dirumahnya kami kena marah sama bapak dan ibunya, karena baju kami kotor semua sedangkan besok masih memakai baju yang sama, aku langsung meminta maaf dan berpamitan pulang. Keesokan harinya dia tida masuk sekolah dan ibu guru mananyakan kepadaku, “akhi kemana ukhti? Kenapa hari ini dia tidak masuk sekolah?” aku diam saja tiba-tiba ada temanku yang memberikan surat keterangan sakit dari orang tua ukhti. Ketika jam istirahat aku menanyakan keadaan ukhti sama temenku namanya mas sobri, dan katanya dia sakit panas. Sepulang sekolah aku tidak langsung pulang kerumah, aku mampir terlebih dahulu kerumah ukhti untuk mengetahui keadaannya. Memang benar sesampainya aku dirumahnya dia masih terbaring di kasur dan badannya memang panas, lalu aku meminta maaf padanya, karena kemarin aku sudah mengizinkannya untuk belajar bersepeda dan akhirnya sampai jatuh kesungai. Tapi dia malah menjawab “akhi,,, tidak apa-apa ini juga salahku kok, yang memaksamu mengajariku bersepeda, akhi aku mintak kamu bacakan satu puisi untukmu sekarang”. Karena memang aku merasa bersalah maka aku turuti kemauannya.
“kemarin...
Saat hujan kembali turun, saat pelangi hendak menampakkan diri
Saat burung-burung sedang asiknya berhujan-hujanan, saat angin menyapu rerumputan,
Aku melihat wajahmu penuh kasih, wajahmu terlihat sangat manis saat kau suguhkan satu senyuman untukku...
Dan hujan menyambut senyumanmu dengan meriahnya
Saat itu pula aku mulai merasakan bahwa aku sangat memperhatikanmu,
Dan kini
Aku sangat mengkhawatirkanmu...
Kembali ia menghadiahkan satu senyuman seperti kemarin untukku.
13 januaari 2000 “Akhi... akhi... akhi... kamu tau gak kenapa Tuhan menurunkan hujan?” dia bertanya dengan begitu serius “yaaa karena Tuhan sayang sama makhluk-Nya dan hamba-Nya makanya Allah turunkan hujan...” dia diam sejenak dan tersenyum memperlihatkan lesung pipinya, “itu salah satung akhi,,, tapi ada alasan lain kenapa Allah turunkan hujan, Allah menurunkan hujan untuk kita berdua akhi, aku adalah hujan bagimu, setiap tetes hujan maka aku ada dalam tetesan itu, aku selalu ada setiapkali hujan turun dan menghampirimu...” tersentak aku sejenak, ini pertama kalinya ia berkata seperti itu. Rintik hujan mulai membasahi rerumputa disekeliling dan mulai membasahi kami, “akhi... Tuhan telah mengabulkan do’aku... aku meminta hujan turun untukmu..” aku masih diam seribu bahasa, sejenak aku memandangi langit kutarik nafas dalam-dalam dan kuhembuskan, kembali aku memandang wajahnya yang mungil dan manis, kemudian aku berkata “ukhti coba lihat disana, ada seekor semut yang sedang menikmati kedatangan rintikan hujan, mungkin ia sedang kehausan karena seharian tak turun hujan, walau pohon itu ada di pinggir sungai, tapi kenapa ia memilih menunggu hujan turun ketimbang mengambil air di sungai ini,,,?” dengan senyuman ia menjawab pertanyaanku “akhi aku juga gak tau kenapa, mungkin memang hujan adalah suatu berkah yang sangat luar biasa untuk semua makhluk-Nya..”.
Sore itu aku, ukhti, paman sedang menggiring bebek menuju kandangnya. Kemudian pamanku menyampaikan sebuah kata-kata “sore ini hujan rintik belum terpejam/ cinta masih beku/ rindu masih hambur/ sajak-sajak menggamit semua kerinduan dan keheningan/ menanti luruh dengan hadirmu bersama rinai hujan... akhi, ukhti kalian berdua boleh pulang biar paman sendiri yang menggiring bebek-bebek ini masuk kekandang” dengan senyuman kami lalu berpamitan kepada paman, di persimpangan jalan dia menyodorkan secuil kertas untukku, dan ia berkata “akhi tolong dibaca setelah akhi sampai dirumah” aku langsung mengambil surat iru dan kami berpisah disini menuju rumah masing-masing, dan dia kembali memberikan senyum dan lesung pipihnya. Sesampainya dirumah aku duduk di kursi bambu reot buatan bapak, sambil memandangi hujan pelan-pelan aku membuka kertas ini, dan aku membaca surat itu untuk hujan.
Awan-awan untukmu
Mungkin ini hanya lukisan tentang rinai-rinai rindu sang hujan
Atau semacam nostalgia gerimis...
Mungkin juga getar dawai hati yang sunggu ku berikan untuk sang hujan
Kesejukan menyusup saat hujan datang dan aku bercerita padanya tentangmu
Saat kuhitung butira-butiran embun pada daun
Ada wajah tersenyum bercermin pagi itu
Pada setiap gugusan bening
Kumemandangnya dari sudut kamarku dijendela ini aku melihatmu tersenyum padaku
Sore ini tak banyak yang ingin ku katakan
Di hatiku
Awan-awan untukmu...
Akhi semoga kamu bisa mengingatku saat kamu tertidur dan bermimpi
Berlari diantara ilalang bercanda ria disana,
Di bawah pohon jambu tempat kenangan kita berama bebek-bebek nakal milik paman saipul.
Semoga kamu memahami hati ini...
Berulang kali aku membaca surat ini, dalam hati berkata “akankah kau selalu disini untukku uhkti...” huuuh memang seminggu lagi ia dan keluarganya mau pindah ke jogja, setiap saat, setiap waktu aku berulang kali membaca surat itu, biar kata-kata yang ada dalam surat itu bercampur menjadi satu dengan darahku.
15 januari 2000. saat kami pulang sekolah aku melihat dia sepanjang jalan hanya diam, kuhentikan laju sepeda dan aku bertanya “ukhti kenapa hari ini kamu diam? Biasanya kamu paling cerewet kalau naik sepeda bersamaku” dia masih saja diam “ukhti apa kamu marah sama aku karena tadi pagi aku berangkat sekolah gak jemput kamu dulu?” diapun masih saja diam kemudia aku memberikan senyuman untuknya, lalu ia berkata “besok ayahku mau datang kesekolah, meminta surat pindah sekolah sama pak kepala sekolah” kembali ia terdiam dan memasang wajah murungnya. “akhi.... BERSAMBUNG...
by. Banyu mili
Tidak ada komentar:
Posting Komentar