22 September 2013

pengakuan sang anak hujan- part 4

“assalamualaikuum... 

Akhi... maaf aku sengaja memberikan foto untukmu, karena aku ingin kamu selalu mengingatku nanti, dan sampai kapanpun, walau aku sudah berubah nanti... ketika aku sudah tidak ada disini lagi.
Akhi... jujur selama aku mengenalmu, banyak sekali yang aku dapat dari kamu, terutama kesetiaanmu menjadi teman dekat ku...
Akhii... maaf mungkin selama ini aku banyak sekali menyusahkanmu, maaf juga karena aku nggak bisa membalas semua kebaikanmu. Tapi aku selalu berdoa disetiap malamku, semoga kamu menjadi seorang yang dapat dibanggakan oleh semua orang.
Wassalam...”

Ini adalah surat terakhir yang ia kirimkan untukku, sebelum ia berangkat meninggalkan kampung halaman. Malam ini di sudut kamarku yang hanya ditemani lampu minyak yang terombang-ambing tertiup angin ikut menyaksikan suasana hati malamku, aku kembali berjalan menuju pelataran rumahku, duduk dibangku dan memandangi langit yang sedikit demi sedikit mulai bermunculan bintang-bintang, tapi tidak untuk sang rembulan, entah memang ia tak mau menunjukan diri ataukah memang tertutup awan. Runtik-rintik hujan perlahan mulai menghilang yang digantikan suara jangkrik yang bernyanyi membisingkan alam yang sepi, ditemani katak-katak berteriak memeccah langit.

Disudut sepi aku terdiam seribu bahasa sampai pada pemandangan di langit, entah sebuah meteor yang jatuh ataukah bintang jatuh, seketika itu pula aku memejamkan mata dan berdoa pada Illahi, aku berdoa semoga aku dipertemukan kembali dengannya dengan suasana yang berbeda. Setelah keberangkatannya dia tidak pernahlagi mengirim surat untukku, tapi aku selalu mengirim surat untuknya, sekedar memberi tahukan keadaanku. Sejak aku lulus MA, ketika untuk pertama kalinya aku menerima surat darinya, aku merasa bahagia sekali karena sahabat kecilku mengirimkan surat untukku, dan dalam surat itu ia akan segera kembali, tapi disisi lain aku merasa sedih apakah dia masih mengenalku atau tidak lagi.

Hari demi hari aku merenunginya, hari demi hari aku menunggu hari itu. Sepucuk surat yang ia kirimkan untukku masih sering kubaca setiap kali aku teringat masa-masa kecil dulu, hari raya id fitri pun tiba, pagi itu sepulang shalat id fitri aku bersama sahabat lamaku namanya soleh, sejak kecil dia adalah orang yang sangat dekat denganku selain ukhtisoleh sejak lulus MI langsung melanjutkan ke pondok pesantren dan lebaran ini baru berlebaran di kampung. Seorang wanita berjilbab besar berwarna kuning, memakai kaca mata dan membawa tas putih ditangannya keluar dari masjid depan rumahku. Aku dan soleh baru pertama kali melihat wanita ini, ”mungkin dia bukan dari sini akhi...” celetuk soleh sambil melihat wanita itu, “sudaaah jangan dilihat terus, eh tunggu sebentar, tapi dia kok mirip seseorang ya akh, kayaknya ana kenal sama dia” kata soleh, “siapa...?” kataku, “miriiip sama ukhti... iya nggak???” kata soleh, “ukhti..?” kataku, aku berfikir sejenak benarkah dia ukhti atau bukan. “iya... akhi... masak antum nggak ingat, ana saja ingat, padahal ana nggak dekat sama dia dulu, antum yang dulu dekat masak gak ingat...” dia berjalan bersama seorang lelaki berpeci haji berjalan menuju ke pemakaman umum, aku semakin penasaran dengannya, tapi aku tidak begitu menghiraukan siapa dia sebenarnya, aku langsung mengajak soleh mampi kerumah, “soleh singgah dulu kerumah, nanti kita sama-sama pergi ke tempan paklek ku” ­masih sambil melihat wanta itu berjalan, “tidaklah akh, ana mau langsung pulang kerumah, nanti kalau mau kerumah pamanmu, antum keruah ana dulu” kata soleh, “baiklah kalau begitu, assalamualaikum... hati-hati dijalan ya!” kataku “waalaikumsalam... iya akhi...”.

suasana rumah sudah penuh dengan keluarga yang datang dari jauh, ibu dan bapakku sudah menungguku kembali sendari tadi, aku langsung menghampiri bapak dan bersungkem memohon maaf atas semua kesalahan dan dosaku kepada beliau begitupun dengan ibuku, Setelah itu dilanjutkan ke saudara-saudaraku. Di hari ini memang benar-benar hari yang diselimuti dengan kebahagiaan, semua keluarga kumpul, bercerita masa-masa kecil dulu, aku aku merindukan suasana ini sejak dulu, Allah memang Maha Pengasih dan Penyayang, sehingga kami dipertemukan dalam suasana seistimewa ini.

Aku kemudian pamit untuk masuk kekamar, aku bergumam “andaikan dia benar-benar sahabat lama ku... pasti aku akan ceritakan tentang semua kebahagiaan ini...” aku kembali mengambil foto itu. Tiba-tiba bapak memanggil dari luar “le sunu dulu, ki loo enek koncomu...” kata bapak, “siapa paak...?” kataku, kemudian langsung saja aku keluar dari kamar, ketika aku baru keluar mataku langsung tertuju sama seorang wanita yang ternyata tadi pagi sepulang shalat id aku dan soleh melihatny, dia memberikan sebuah senyuman kecil dan kemudian menundukan pandangan dariku, aku masih tak mengerti dengan semua ini, rasa penasaranku semakin besar karena wanita ini berkunjung kerumahku, siapakah dia sebenarnya akupun tak taku. Wanita ini datang bersama seorang wanita paruh baya dan aku mengenalnya, dia adalah ibu dari sahabat lamaku ukhti. “iya pak... siapa yang menyariku...?” aku menanyakan kepada bapakku untuk mengalihkan perhatianku yang sejak tadi memandangi wanita itu, “ kue kenal ora le sama cah ayu iku...?” kata ayah sambil menunjuk wanita itu, dan wanita itu kembali tersenyum sambil menundukan kepala, ndak kenal pak...? memang wanita ini siapa pak..? kok dia bareng sama bulek ima...?” mendengar pertanyaanku ke bapak, aku lihat wajah wanita itu yang tadinya bersinar kini mulai mengerut dan sedikit memerah. “assalamualaikum... waaah rame banget disini pakde, eeeeh ada mbak ukhti,,, ketemu lagi kita disini,” kata soleh yang baru datang dan dia semakin membuatku bingung, karena tadi pagi aku dan soleh sama-sama tidak mengenali wanita ini, tapi sekarang dia malah mengenalinya “waalaikumsalam... soleeeh? Kamu kenal sama dia,..?” setelah soleh selesai bersalaman sama bapak dan ibuku dan juga tamu yang ada di rumahku kemudian dia tersenyum dan berkata “hmmm akhi askhi... masih saja antum ini nggak kenal sama dia... yaudah gini aja besok kita pergi ke suatu tempat, ana mau menunjukan sesuatu... gimana..?“ karena aku penasaran sehingga aku menyetujuinya, dan soleh langsung mengajakku, dia juga mengajak wanita itu untuk pergi bersama, aku diam saja karena walau aku menanyakannya pasti soleh menertawaiku.

Keesokan harinya aku, soleh dan wanita misterius itu berjalan menuju suatu tempat yang aku bayangkan tidak akan asing dalam pikirku. Walau soleh sepanjang jalan selalu senyum kepadaku dengan terheran-herannya aku menggelangkan kepala, kemudian di tengah perjalanan wanita itu berpamit untuk pulang kerumah, “maaf aku gak bisa ikut sama kalian, aku harus pulang sekarang karena aku sudah ditunggu sama sepupuku dirumah, nanti aku nyusul kesana kok,assalamualaikum...” ”waalaikumsalam... iya mbak nanti ajak dia yaa... ?” soleh menjawab salam dari wanita itu, kemudian aku kembali bertanya sama soleh, “soleh... memang sebenernya dia itu siapa siii... aku kok masih bingung,memang apa siii yang disembunyikan...?”, dia hanya tersenyum “sssyyyuuuuut... diam, ikuti saja ana, kita akan menuju kesebuah pohon dipinggiran sungai itu, pohon jambu tempat kita bermain dulu.” Kemudia aku hanya diam sepanjang jalan, tapi tidak dengan soleh dia masih saja tersenyum seakan menahan tawa.

Dari jauh aku melihat pohon itu masih tegak berdiri menjulang langit, dan akhirnya kami berdua sampai juga pada tempat memang yang tidak asing lagi dalam benakku. “akhi antum masih ingatkan tempat ini?, apa jangan-jangan antum juga nggak ingat dengan tempat ini...?” aku tertawa kecil “hei soleeeeh, aku tu hampir tiap hari kesini, jadi jangan tanyakan masal itu...” dan kami tertawa bersama-sama, sekilas aku teringat waktu kami sekelas dulu bermain dan tertawa di tempat ini, tak lama kemudian semua teman-temanku berdatangan dan mereka semua adalah teman-teman MI ku, ternyata soleh dan kawan-kawan sudah membuat rencana dari sebelumnya, dan kamipun kembali tertawa sambil berjabat tangan, ada juga yang menangis karena terbawa suasana. Sungguh hari yang istimewa semua teman-temanku berkumpul disini, sudah lama tidak kumpul-kumpul di tempat yang sangat penuh dengan kenangan, sejak lulus MI semua teman-temanku tidak sedikit yang melanjutkan sekolah dan mondok pesantren keluar kota bahkan ada yang keluar pulau. Diantara semua teman-teman yang datang hanya satu yang belum datang, akupun tidak tau apakah dia belum datang atau memang tidak datang, “ternyata masih ada satu lagi yang belum datang, serasa kurang sempurna kebahagian kita kawan tanpa ada satu orang itu...“, celetukku sambil melempar batu kesungai dan menghela nafas panjang, “cieeeee.... siapa tuuuu... kami apa kamu yang merasa kurang lengkaaaap...???” kata salah satu temanku namanya soimah, dia adalah teman paling pandai di MI ku, dan dia baru pulang dari pondok pesantren modern yang ada di negeri ini, dia mendapatkan beasiswa, dan sekarang dia juga mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan belajar di mesir, sungguh luar biasa. Memang hampir semua teman-temanku mendapat nasib yang baik dan dapat melanjutkan ke sekolah-sekolah yang cukup mewah dan membanggakan. ‘hahahahaaaa....” kamipun tertawa semakin keras.

Ditengah-tengah keributan teman-temanku yang disibukkan dengan bercerita masalah pengalaman pribadi dan prestasi-prestasi yang diperolehnya, Soleh menanyakan sesuatu padaku “akhi ana dengar antum mendapat beasiswa kuliah di jogja ya...?” aku langsung memandangi mata sahabatku soleh “kamu kata siapa leeeh...?” kataku, “kata bapakmu kemaren sebelum lebaran... benarkah...?” jawab soleh, “iyaa leeh, aku mendapat beasiswa kuliah di jogja... kamu setelah mondok mau melanjutkan kemana...?” matanya yang tadinya semangat, kini berubah menjadi sayu dan dia menundukan kepala, “kenapa leeh..?” kataku, “nggak apa-apa akh, ana setelah ini nggak kemana-mana, ana harus membantu ibu mencari uang, kamu tau sendiri kan bapakku sering sakit-sakitan ana gak mungkin mau ninggalin ibu dengan kondisi bapak yang seperti itu” dari matanya mengeluarkan kepedihan, dan kamipun sepontan terdiam dan ikut menangis, memang soleh adalah anak dari keluarga tidak mampu, tapi dia berkeinginan keras bisa sekolah sampai dia benar-benar bisa mencari uang sendiri, seiring dengan rintik hujan yang turun dan mulai membasahi kami tangis soleh semakin deras.

Kami terdiam beberapa saat, “ternyata tempat ini masih seperti yang dulu, tempat yang penuh dengan kenangan, bersama air hujan yang terus mengalir, bertanda bahwa ikatan kita tidak akan terputus sampai kapanpu, Tuhan selalu tahu apa yang kita pikirkan dan yang terbaik untuk kita, ternyata kita masih dipertemukan disini, masih bersama hujan”, kami langsung menengok kebelakang, ternyata dibelakang sana ada dua orang wanita yang sedang memegang sepeda yang semakin aku mengenalnya, salah satu dari mereka berdua adalah wanita yang pagi kemaren aku lihat di masjid dan datang kerumahku, wanita satunya ternyata adalah sahabatku ukhti, dengan senyuman khasnya dia lontarkan padaku sejenak, aku seakan menangis bukan karena cerita sahabatku soleh tetapi aku menangis karena kedatangan sahabat paling dekatku yang sekian lama hampir 9 tahun tidak bertemu sejak kelah 4 MI.

“benarkah kamu ukti sahabatku...?” BERSAMBUNG...


by. Banyu mili

Tidak ada komentar: