“benarkah kamu ukti sahabatku...?”
kataku, semua mata menuju kepadanya, wanita itu memberikan senyuman dan berkata
“iya...”
Aku
tak dapat berkata-kata setelah mendengar jawabannya, semua
teman-temanku masih saja terdiam bingung sama sepertiku masih tetap
terdiam. Sekian lama kami tidak saling bertemu, hanya lembaran –
lembaran surat yang mempertemukan kami.
"benarkah kamu ukhti sahabatku...? kamu yang mengirim surat ini untukku kan...?"
Sekali
lagi aku bertanya, sejenak suasana menjadi sepi, hari semakin gelap
masih ditemani dengan rintik hujan dan angin yang bertiup mengoyangkan
rerumputan sekitar.
"iya... itu aku yang mengirimnya, terimakasih sudah membacanya..."
Jawabnya.
Teman - temanku tetap terdiam, dan satu persatu mulai memecah kesunyian
dengan menanyakan kabar padanya, tapi tidak denganku, aku masih mencoba
menerjemahkan perasaanku saat ini, apakah ini rasa senang bertemu
dengan sahabatku kembali ataukah ini rasa yang penuh dengan ambang
kebingungan, apa yang harus aku lakukan? akupun tidak tau.
hujan
masih tetap menemani kerinduan – kerinduan diantara kami, berisiknya
sungai menambah suasana seperti kembali seperti dulu saat - saat setiap
kali pulang sekolah dan berdiam sejenak ditempat ini. Sekian lama aku
bersama teman - teman ku menikmati suasana melepas rindu akan kenagan -
kenangan masa lalu ketika masih sekolah, saling menanyakan kabar, saling
menyombongkan kehebatannya, menyombongkan prestasi – prestasi yang
sudah tercapai, tetap aku dan dia tidak berani berkata – kata dan
tertunduk malu saat mata bertemu pandang.
TERAPUNG DAN PERGILAH...
Suasana
ini mengingatkanku dulu, hampir setiap kali pulang sekolah bersama
teman – temanku berdiam ditempat ini, saat memancing dan menunggu umpan
kami ditarik oleh ikan, hari itu tidak seperti biasanya yang selalu
ditemani hujan, sore itu hujan telah berhenti dan digantikan oleh warna
abu abu pada langit, kemudian aku mengambil sebuah buku dari dalam tasku
dan aku mulai menulis satu kata demi kata yang kurangkai hingga menjadi
sebuah kalimat yang indah yang kunamai puisi.
“ SANDIWARA SORE y_y
Percik
Hujan menyudahi sore yang bersandiwara
Keinginjumpaan didendangkan kekakuan
Pada tiap helai daun yang menari dingin
Melukis harap, cemas, takut
Rindu
Mencoba mengeja pelangi
Yang sempat dilukis
Sebelum surya menutup hari
Dengan senyum yang beku.”
Aku
menghela nafas panjang dan aku memandang langit sejenak yang masih
diselimuti mendung sisa – sisa hujan tadi, tiba – tiba dari arah
belakang sobri sahabatku yang lain merampas bukuku dan sambil berlari –
lari ia membacakan puisi yang belum selesai kubuat. Soleh, andri, dan
imam menertawakanku, langsung saja aku mengejar sobri untuk mengambil
buku itu tapi sobri masih tetap berlari dan melemparkan buku itu ke arah
soleh, kukejar buku itu tapi soleh kemudian mengambilnya dan kembali
melemparkan buku itu ke arah sobri,
“akhi... akhi... akhii... umpanmu ditarik ikan besar, bantuin aku menariknya siniii..!!!”
sambil
berteriak imam yang tadi menertawakanku kini ia menertawakan pancingku
yang susah ditariknya, ketika sobri sedang menoleh kearah imam dan
langsung saja aku mengambil buku yang ada ditangannya, memang arus
sungai sore ini lebih deras dari hari – hari sebelumnya, dan soleh
membantu imam menarik pancingku,
“ikannya besaaaaaaarrr!!!”
teriak
imam, tapi karena arusnya yang cukup deras dan mungkin ikannya juga
besar tali pancingku putus dan wajah kami yang tadinya riang berubah
menjadi topeng kekecewaan karena tali pancingnya putus sehingga kami
tidak jadi mendapat ikan besar sore ini. Kami masih memasang muka kecewa
tapi sobri tidak dan dia kembali mengejekku
“akhi
itu puisi buat ukhti yaa...? hahahahaa... sudahlah sooob, ukhi itu sudah
ndak di sini lagi, mungkin dia sekarang sudah mendapatkan teman baru di
sana, jadi gak usah sedih terus menerus.”
Celoteh
sobri yang mencoba menjelaskan sesuatu padaku padahal memang dia
orangnya sok tau tapi sok menjelaskan yang sudah aku ketahui masal itu,
“benar apa kata sobri akh biarkan dia menggapai cita – citanya dengan caranya sendiri, sahabat kan tidak selalu bersama – sama”
kata
soleh menambahkannya, dalam hati berkata kenapa mereka mengatakan
seperti itu, padahal puisi ini bukan untuk dia, dan puisi ini juga belum
selesai kubuat. Perasaanku jadi tidak enak gara – gara puisi yang
kubuat barusan jadi gak ceria lagi suasana memancing ini. Aku mengambil
ranting kayu dan kubungkus dengan kertas puisiku tadi
“wahai air bawalah kertas ini kemana kau mau, jangan bawa kertas ini kembali padaku, mengaung dan pergilah dari sini...!!”.
Teriakku
sambil melemparkan kertas itu, dan sejak saat itu aku memutuskan tidak
lagi mengenang masa – masa bersama sahabatku yang sudah memilih untuk
belajar jauh di sebrang pulau ini.
* * *
Tiba
– tiba dia menghampiriku dan dia mengulurkan sebuah surat kepadaku, dan
dia berpamitan padaku kalau dia besok pagi sudah harus kembali ke
jogja. Hanya itu yang dia sampaikan padaku. Semakin sore dan hari
semakin berlalu semua teman – temanku mulai berpamitan untuk pulang,
hingga akhirnya tinggal aku, soleh, imam, dan sobri,
“akh... dia ngasih surat lagi buat kamu..?”
Kata
sobri, aku terdiam sejenak dan aku menganggukan kepala mengiyakannya.
sungguh singkat hari ini belum sempat ku menikmati keindahan dan arti
hari ini, tapi ia (sore) sudah enggan berlama - lama bermain denganku,
dengan kita, dengan kami. di ufuk timur nan jauh disana langit melukis
pelangi dibawah awan abu abunya, burung - burung berterbangak menuju
sarangnya hendak melepaskan rasa lelah seharian ini, kini tinggalah aku
sendiri ditempat ini di tempat penuh dengan kenangan manis, kenangan
masa - masa itu. sobri, soleh dan imam berpamitan pulang dan aku masih
enggan untuk melangkah meninggalkan tempat ini, aku ingin berlama - lama
di tempat ini, udara ini, angin ini, pelangi itu, rinai hujan
memperindah suasana. perlahan aku mengambil buku dan aku mulai mengeja
kata, belum jadi aku hendak menulis aku teringat surat yang ia beri
tadi, suara itu, senyuman itu dan tatapan mata itu, masih sama seperti
10 tahun yang lalu.
perlahan aku membuka isi amplopnya, dan kubuka kertas itu, ku mulai membaca surat itu dengan helaan panjang.
" Assalamualaikum warahmatullah...
malam yang hening...
dengan diiringi tarian lampu di sampingku yang terus menerus tertiup angin...
kadang redup kadang terang, tergantung seberapa kuat angin meniupnya...BERSAMBUNG...
By. Banyu mili