25 Oktober 2013

Untuk wanita pertamaku


.
Mak, kutuklah aku menjadi batu.
Seperti malin kundang.
Sebagai hukuman atas seringnya ku pendam masalah sendri.
Yang sehrusnya aku selesaikan dengan meminta bntuan
dan berbicara dari hati kehati denganmu..
.
Mak.. Pukullah keplaku dengan sendok syur,
seperti sangkuriang.
Agar aku hilang ingtan dan mnjadi org bru
yang penuh rasa tnggng jawab
terhadap keluwarga, dan masa depanku.

.
Mak... Jdohkanlah aku seperti siti nurbaya,
dengan orang asing.
Yang tidak ku kenal atar dasar pilihanmu.
Sebagai ujian untuk melihat
Ketaatanku dan kestiaanku.
Apa aku lebh setia padamu, apa orang lain.
.
Tapi mak... Aku tau kau akan tetap mmbebaskanku
seperti aisyah yang melepas Musa a.s ke sungai Nil.
Kau sangat percaya padaNYA .
Yang akan melindungi dan memberi petunjuk.
.
Kau membekali semua yang kuprlukan,
dalam mengrungi arus kehidupan ini.
Bagaimana bisa aku mengecewaknmu
Dan menjadi durhaka,
seperti malin kndang dan sangkuriang?
Mak, selalu doakan aku menjadi anak kebanggaanmu.

24 Oktober 2013

Sepotong senja untukmu

terhempas kenangan
tentang ayah dan ibu
kasih yang membayang dalam perjalanan
rindu yang terhatur disetiap tutur
cinta yang terikat tanpa paksaan
kini menungguku kembali penuh harapan,
 
 
ayah ibu
tunggulah disana
ku akan kembali saat senja menjelma
kan kuantar kesana
sebagai pelepas lelah selepas bekerja
 
 
ayah ibu
tunggulah aku disana
akan kubawa sebungkus rindu untukmu
pelepas lelah enkau bekerja
 
terhempas kenangan tentang ayah dan ibu
kasih yang membayang dalam kenangan
masa kecilku dulu
kini dewasa ku telah dapati
nyanyian doa selepas disetiap lima waktu untukmu
 
ayah ibu tunggulah aku disana
aku akan kembali untukmu
berucap bukan sekedar terimakasih
 
 
ingin kupeluk dirimu
ingin kecium pipimu
ingin ku tidur dipangkuanmu
seperti masa kecilku dulu
 
ayah ibu...
 
by. Sapariyanto

Bintang purnama untu ibu

disini di rimba
di belantara hijau kumerenung seorang diri
malam ini ku berfikir,,,
 
bagiku kau pelangi
hadir bersama rasa yang berbaur
dan berhambur
meski hanya secuil
kau ajariku banyak
tentang warna
tentang keindahan
sampai aku lupa akan gelap
dan kesedihan
 
sore ini angin lupa mengayun daun
burung-burung bernyanyi henti
semesta menari diam
kerinduanku mungkin memecah sunyi
jauh di laut sana
hingga tak ada yang berdebur di pantai
hanya sekejap buih
yang sejenak hadir
lalu hilang
 
kutuliskan namamu pada hamparan pasir
di sampingku
hatiku mulai berdendang
mengeja sajak mendung yang pekat hitam
ku menulis puisi-puisi yang kurang lebih sama
 
kerinduan
 
ialah semua yang tersisa
sari pati
tiap kepiluan
pada semua senja yang berkejaran
 
memang mencintaimu takkan ada habisnya
dan rasa ini akan hidup selamanya
biar ia rebah diatas rerumputan kering
bersama angin mati di hutan ini
menjemput debur
bersama air yang hambur
menatap senja
menanti malam menculik bintang dan rembulan
untukmu ibu
ku harap kau mengerti
lalu mencari
disini
 
 
bila malam mendung tiba
meski hujan sedikit menyumbang lagu
meski jangkrik berhenti berdendang dan kedinginan
tak pula kodok memainkan sandiwara orkestra
 
ada keluh menyusupi pori-pori beton yang menghujam tanah
bersama resah menggerogoti tulang
karena
kerinduanku padamu...
 
by. Sapariyanto

Ulat dan daun hijau

Musim hujan tlah berlalu sehingga di mana-mana tampak pepohonan menghijau .
Keliatan seekor ulat di antara dedaunan yg menghijau bergoyang-goyang di terpa angin .
 
”Apa kabar daun hijau” katanya …..
 
Tersentak daun hijau menoleh kearah suara yg datang .
”Ohh…kamu ulat , badanmu keliatan kurus dan kecil…mengapa ?” tanya daun hijau .
 
”Aku hampir tidak mendapatkan dedaunan untuk makananku , bolehkan engkau membantuku sahabat ? ” kata ulat kecil .
 
”Tentu….tentu,  dekatlah kemari ,’daun hijau berpikir ‘ Jika aku memberikan sedikit  saja daunku ini untuk makanan si ulat, aku akan tetap hijau . Hanya saja  aku akan keliatan berlobang-lobang. ..tapi tak apalah .”
 
Perlahan-lahan  ulat menggerakkan tubuhnya menuju ke daun hijau . Setelah makan dengan  kenyang ulat berterima kasih kepada daun hijau yg telah merelakan  sebagian tubuhnya menjadi makanan si ulat .
 
Ketika ulat  mengucapkan terima kasih kepada sahabat yg penuh kasih dan pengorbanan  itu , ada rasa puas di dalam diri daun hijau . Sekali pun tubuhnya kini  berlobang di sana sini namun ia bahagia dapat melakukan sesuatu bagi  ulat kecil yg lapar .
 
Tidak lama berselang ketika musim  panas datang daun hijau menjadi kering dan berubah warna . Akhirnya ia  jatuh ketanah di sapu orang dan dibakar
 
….
 
Sahabat, Apa yg berarti di kehidupan kita sehingga kita enggan berkorban sedikit saja bagi sesama ?
 
Nahh……akhirnya semua yg ada akan mati bagi sesamanya yg tidak menutup mata ketika sesamanya dalam kesukaran .
 
Yang  tidak membelakangi dan seolah tidak mendengar ketika sesamanya  berteriak meminta tolong . Ia rela melakukan sesuatu untuk kepentingan  orang lain dan sejenak melupakan kepentingan diri sendiri .
 
Merelakan kesenangan dan kepentingan diri sendiri bagi orang lain memang tidak mudah, tetapi indah .
 
Ketika  berkorban diri kita sendiri mnjadi seperti daun hijau yg berlobang  namun sebenarnya itu tidak mempengaruhi kehidupan kita , kita akan tetap  hijau ..Tuhan akan tetap memberkati dan memelihara kita .
 
Bagi  daun hijau berkorban merupakan sesuatu perkara yg mengesankan dan  terasa indah serta memuaskan . Dia bahagia melihat sesamanya dapat  tersenyum karena pengorbanan yg ia lakukan . Ia juga melakukannya karena  menyadari bahwa ia tidak akan selamanya tinggal menjadi daun hijau ,  suatu hari ia akan kering dan jatuh .
 
Demikianlah  kehidupan kita , hidup ini hanya sementara… kemudian kita akan mati .  Itu sebabnya isilah hidup ini dengan perbuatan-perbuatan baik, kasih,  pengorbanan , pengertian , kesetiaan , kesabaran , dan kerendahan hati .
 
Jadikanlah  berkorban itu sebagai sesuatu yg menyenangkan dan membawa sukacita  tersendiri bagi kita . Kita dapat berkorban dalam banyak perkara ,  mendahulukan kepentingan sesama , melakukan sesuatu bagi mereka ,  memberikan apa yg kita punyai dan masih banyak lagi pengorbanan yg dapat  kita lakukan .
 
Yang mana yang sering kita lakukan ?
Menjadi ulat kecil yg menerima kebaikan orang atau menjadi daun hijau yg senang memberi ……?

 Author : -Hareem Musashi-

Pengakuan sang anak hujan part 6

"  Assalamualaikum warahmatullah...

malam yang hening...
dengan diiringi tarian lampu di sampingku yang terus menerus tertiup angin...
kadang redup kadang terang, tergantung seberapa kuat angin meniupnya...
angin menghembuskan rindu
yang dititipkan dari jauh
saat daun serta kelopak bunga
berjatuhan susul menyusul

aku mereka senyum, mencoba memeluk rasa yang kau simpan jauh,tak kudapati.
Hanya sepenggal desah di ujung air mata masih sama seperti saat ku hendak pergi
Sepuluh tahun yang lalu.

Hanya ini yang aku ingin sampaikan padamu,
Rindu yang kian merasuki dan kian menggunung,
Tapi ku harus mulai meluluhkannya,
Kita bukan seperti dulu,
Kita sudah berbeda,
Berbeda jauh, hanya waktu yang bisa menjawab.


afwan akhi...by. Sahabatmu ukhti.
wasalam...

Singkat tapi memilukan, masih ku tertunduk diam bersandarkan pohon ini, warna langit yang kian memudar, dan malam mulai menyambut.  Ditemani bebek pamanku yang tertinggal dari kawanannya, sepuluh tahun tidak bertemu dan tadi benar benar nyata aku melihatnya tersenyum padaku, tapi akupun tidak tau kenapa dia mereka senyum?

Dan lagi lagi aku harus seperti ini, menjauh dari semua yang aku anggap bisa menyempurnakan. Aku selalu merasa dia tidak akan berubah, tapi ini berbeda dan ini salah, dia tidak seperti surat – surat yang ia kirim, apakah ini sebuah pertanda kalau aku harus berhenti ataukah ini hanya sesaat. Hari ini meski tergores luka Meski berurai air mata Dan akhirnya tersimpul senyum manis kecil.  Detik tadi saat ku baca surat itu meski beragam kepiluannya berselang sedikit tawa.

Aku yakin surat itu benar benar untuk menyadarkanku yang selalu merindukannya. Dan saat terkadang rindu terucap dalam pikiranku, membuatku hilang akal hingga syaraf, tubuh tak kuasa berlaku, matapun tak mampu terpejam dan meski sekejap seperdetikpun saat kata rindu mulai larut dalam darah.  Mengosongkan segala rongga dada terkadang membuatnya penat hingga sesak, entah rasa apa ini bibirku terkatup menanti hingga jawabku temu, sampai kini.

“Bukan cukup menanti

jangan pula hanya mengutus angin menemui sang hujan
Berikan ketulusan pengharapan itu
Agar sang hujan sadar
Begitu berartinya ia dalam penantian asa sang semut
Agar sang hujan tau
Sakitnya menunggu jawaban yang tiada pasti itu
Hingga akhirnya ia sadar
Dan ia rela menjatuhkan diri
Terkutuk
Tiada lagi menjadi hujan
Dan
Hujan bukan enggan membalas surat rindumu
Terlalu berat untuknya
Memilih kasih atau patuh
Bukan pula ia tak cinta
Pahami segala takdirnya
Sebagai sang hujan
Karena setiap detiknya
Bukan kehendak dan maunya
Cukup paahami itu
Hujan bukan sosok yang cinta pujian
Sungguh
Setiap tetesnya mengalir pula keikhlasan hati
Pula masih begitu banyak yang ia ajarkan
Dan aku dapat berharap seperti ia”


Aku hanya berpuisi sendiri disudut sepi dimalam ini yang masih bersama bebek yang meringkuk kedinginan di kakiku, kugendong bebek itu sebagai temanku pulang, hanya kilatan kilatan petir yang menerangi ku berjalan pulang, bersama gerimis yang semakin mengguyur tubuhku, kini sama – sama dingin kurasa, dan malam sudah lelah meretas geming ini rembulanpun datang menggantikan petir – petir mengagetkan tapi hujan tak kunjung menghilang di sepanjang perjalananku pulang, semut yang biasanya sembunyi di balik dedaunan kini bebas bergerak berlarian mencari tempat yang lebih teduh.
di pucuk hening ku titip salam kata rindu yang semakin menggebu, meski siang tadi usai bertemu, bisakah kembali untukku hujan datanglah kembali, seperti dulu sepuluh tahun yang lalu.
Sesampainya di rumah aku masukkan bebek itu dalam kandangnya, dan saat aku mengetuk pintu dan membukanya, dengan pakaian basahku aku meringkuk memeluk tanganku sendiri, aku melihat disekeliling ruang tamu tidak ada siapa – siapa, di dapurpun tidak ada, lalu aku putuskan untuk mandi sejenak.

Bersambung...


by. Sapariyanto







19 Oktober 2013

Penulis amatir

Aku hanya penulis amatir yang tak tau indahnya sebuah kalimat. Aku hanya menyusun huruf yang kurangkai kata demi kata menjadi sebuah kalimat yang buruk.

Aku bukan pujangga, bukan penyair bahkan bukan penyihir yang membuat orang tercengang karyaku.

Aku hanya penulis amatir yang tak banyak pikir
Aku tulis kata yang acak acakan.
Hanya ucapan.
Selamat malam purnama, selamat malam bintang
Kau tetap indah malam ini
Seperti malam malam.terdahulu sebelum aku mengetahuinya.

18 Oktober 2013

Jalan cinta sepanjang kenangan

Teringat di waktu itu
saat pertama kalinya kau belai hatiku dengan senyummu
Untuk pertama kalinya aku terbangun dari tidur panjangku
Kau hadir dalam kehidupanku yang tengah kering keronta bungapun tidak tumbuh
Kau bawakan air cinta
Kau tuangkan menyirami seliruh isi hatiku
Hingga jiwaku basah kuyub karena cintamu

Aku bangun cinta itu dengan penuh harap
Saat hujan menyambut kita yang tengah membara asmara
Hujan riang menari nari di pinggir jalan tempap kita berteduh
Angin menghembus menembus kulit hingga kebelulang
Kudekap kau dengan penuh hangat
Hingga hujqn kembali diam

Setelah waktuvyang sebentar kita menjamu memanjakan cinta dan asmara
Kau cabut seluruh aku dari diriku sendiri
Meninggalkan kenangan manis sepanjang perjalanan pulang
Cintamu membawaku pada kekecewaan
Kau tak benar benar mencintaiku
Kau permainkan perasaan ini yang tengah mengembara rindu
Aku tersesat di tengah tengah lautan tak bertepi
Kau hancurkan dermaga yang kau buat sendiri
Untuk menyambutku

Biarkan Tuhan menjawab segala sakitku
Hingga aku tua dan rapuh
Sebelum aku mati nanti
Satu keinginanku
Ucapkan rindu untukku.

Pertanyaan cinta

Malam ini aku menertawakan anganku sendiri
Angin cinta yang dahulu berhembus hangat
Kini berhenti menghilang entah mengapa
Kau memilih menutup diri dariku
Berusaha lari sejauh mungkin dariku
Apa sebenarnya yang kau takutkan dariku
Salahkah jika aku menyanyikan puisi rindu
Hingga kau tutup rapat seluruh dirimu dariku

Salah apa aku
Dosa apa aku
Ingatkah saat pertama kita jumpa?
ingatkah saat pertama bertanya sapa?
lupakah kita menghitung waktu sepanjang jalan?
lupakah dimana aku bisa menatapmu lebih lama?
Akankah kau hapus janji kita berdua begitu saja?

Seberapa pantasnya diriku buat kau benci
Apa kita beda kasta hingga kau menganggap tak sederajat denganku?
begitu nistanya aku dimatamu?
benar kau yang agung
Benar kau yang cantik
Benar kau yang dikenal banyak orang

Inikah aku yang kau benci
Seberapa hinanya aku hingga kau paksa usir aku keluar dari kenyamanan hatimu?
ada apa denganku? tepatnya dengan kita.
Akankah kau merasa lebih mewah dari kehidupanku
Aku yang terlempar keluar
Saat kau menarikku jauh kedalam lubuk hatimu
Saat kau masuk ke relung relung jiwaku
Saat aku merasa kau adalah segalanya
Kau pergi begitu saja
Dan memenjarakan perasaan ini dalam kebingungan

Kau sungguh kejam wahai wanita
Kan kukutuk perasaanku sendiri
Mati bersama raga yang rapuh dan kau benci hingga terhinakan ini.

17 Oktober 2013

Sore ini menyapamu

Apa kabar sore?
masihkah waktu membeku, padahal hujan kembali riang menari manja disini di sore yang sepi.
Tak adakah kabar kau kirim lewat angin yang menderu?
Apakah tidakbada rasa yang lain,
selain merindukan seseorang?

Apa kabar sore?
hujan kembali melukis angan pada debu yang berterbangan kala tadi,
seperti ucapmu dulu.
Biarlah rindu dan air mata ini membasuh jiwa.
Karena itu yang akan terus mengobarkan asmara kita yan tengah membara dan mengembara.

Apa kabar sore?
saat ini jauh jarak kita.
Aku pernah berucap padamu
Akankah rinduku terpasung oleh waktu?
waktu yangvkian membeku?
tak ada jawaban yang kau balas.
Ku baca pada matamu keinginan untuk bicara.
Tapi hanya air mata yang menghujani pipi dan bibirmu terus tertutup bisu.

Jika waktu benar benar membeku.
Sore ini mengabarkan hujan dalam hati.
Tentang keinginjumpaan pada jiwa yang halus.
Sore menyapamu hujan.

Rindu

Kepada langit
Kepada malam
Kepada pagi
Kita dan hujan yang datang, hujan yang membawaku padamu
Pagi ini warna yang berbeda
Pencuri waktu yang diam diam pagi ini
Untuk pagi dan rindu yang terpasung waktu
Untuk sepasang mata angan cinta

9 Oktober 2013

Pertanyaan yang gak penting menurut gue

Pertanyaan ''mengapa gw suka sama dia?'' itu terlalu berbahaya untuk dijawab, mungkin mereka sedang beruntung yang selalu mendapatkan yang mereka inginkan, baik itu cinta, perhatian dan kebahagiaan. mungkin mereka yg lain sedang apes atau belum beruntung yang selalu menunggu giliran untuk mendapatkan yg mereka inginkan terlebih yg ia butuhkan atau mereka yg mendapatkan cinta tapi tidak bahagia. Dan gw hanya seorang yg belum mendapatkan cinta dari seorang cewek pastinya yg gw sayangi, gw yg hanya selalu menunggu kepastian iya atau tidaknya. Gw yg selalu dengan tidak ada yg perhatiin ke gw ngingetin gw kalo lgi lupa, marahin gw kalo lg salah, dan lain2 yg berbau perhatian. Gw yg dari dulu bisanya cuman memperhatikan dan merasakan tanpa ada alasan kenapa gw kyk gni.

Pertanyaan ''mengapa'' buat gw itu gak penting titik. Sekarang gw cuma bisa menunggu dan terus menunggu yg pasti gw bukan lagi beruntung atau tidak beruntungnya. Tapi gw ada diantara keduanya. Gw sangat menikmati dengan keadaan ini, emang sii kadang gw ngerasa bosen dengan keadaan seperti ini. Tp gw bersyukur gw msh diberi kesempatan hidup selain buat beribadah gw bisa nunggu lebih lama lagi.

8 Oktober 2013

Belajar sepeda

Di suatu dulu. Pernah saya belajar bersepeda sendirian di pelataran depan rumahku. Hari itu begitu cerah terik matahari menembus kulit. Meski saya tidak pernah memiliki sepeda sendiri tapi saya bisa belajar dengan sepeda peninggalan kakak ketiga saya. Hari itu untuk lertama kalinya saya belajar bersepeda. Berulang kali saya terjatuh erluka di bagian lutut dan siku saya. Tapi semangat saya untuk belajar tidak mengingat rasa sakit yang didapat.

Setiap kali saya selesai belajar bersepeda, dengan penuh luka akibat terjatuh. Ibu tidak pernah marah melihat saya penuh luka, saya selalu dipuji karena setiap hari saya semakin pandai bersepeda. Saya pun semakin bersemangat karena luka-lukanya selalu di obati sama ibu. Hingga akhirnya saya bisa bersepeda sendiri.

Sekarang. Ketika kedewasaan yang saya rasakan. Semua perjuangan hidup seringkali saya terpuruk, terjatuh dan gagal. Orang tua hanya bisa berdoa dan memberi nasehat. Saya mengambil pelajaran ketika sedang belajar bersepeda dulu. Tidak selalu kegagalan yang kita dapati selalu ada orang terkasih membangunkan kita. Mereka tidak pernah bisa mengajarkan kita dalam hal apapun itu kecuali diri kita sendiri yang mempunyai keinginan untuk bisa.

By. Sapariyanto

7 Oktober 2013

Karambol

Sebelum rutinitas kuliah menghampiri

Rindu dan mimpi

Kini hujan tak kembali lagi
Meski hanya mendung tak mau pun
Sungguh ku merindukanmu
Saat malam mulai datang
Saat wajahmu kembali datang dalam ingatan
Foto yang tertempel pada dinding
Semakin meluap rasa rinduku
Kini, kau benar-benar memasung waktu
Melarang semua rindu yang ku.kirim
Membenci semua cinta yang ku hadirkan
Saat mentari tak lagi menemani hari
Saat itulah hati, perasaan dan logikaku acak berantakan
Rindu yang tak terikat
Ada rindu yang terlarang
Sampai kapanpun rinduku menjadi warna hari-hariku
Selalu mengenangmu dalam ingatan
Kemanapun kaki melangkah
Dimanapun aku berpijak
Akan kusandingkan rinduku padamu
Dengan mimpi dan citaku...

Masih merindukanmu

By. Sapariyanto

6 Oktober 2013

Puisi yang patah

Hari ini, siang panas kurasa
Ada ribuan panah panas menembus kulit
Hingga ke jantung
Hati teriris terbakar
Kapan hujan turun?
aku tak sabar menunggu lebih lama
Aku yang mencintaimu
Akan selalu berdoa untukmu
Untuk semua kebaikan bagimu
Aamiin...

Ranting

Pada suatu hari dipagi yang cerah. Aku berjalan jalan di sekitar muara yang berisik. Hangatnya mentari perlahan memanjat langit diiringi nyanyian burung.
Di satu tempat dari kejauhan aku memperhatikan sepotong ranting yang sendari tadi tertawa bahagia dan berenang kesana kemari di tepian lautan. Penasaran akhirnya aku mendekat dan bertanya. "hay ranting, apa kiranya yang membuatmu begitu bahagia?" kataku. Ranting itu pun menjawab dengan penuh kepuasan. "inilah yang selama ini aku inginkan. Bisa berenang di luasnya samudra tak berbatas. hahahaaha..." kata si ranting.
Karena aku masih penasaran dan kurang puas atas jawabannya, aku pun kembali bertanya lagi. "kenapa kau begitu bahagia?" tanyaku. "dahulu, aku adalah ranting di satu pohon besar di atas perbukitan sana, setiap waktu aku memandangi lautan luas. Ingin rasanya aku bisa berenang kesana. Apalagi saat burung hinggap di punggungku dan bercerita tentang indahnya lautan, aku begitu menggebu2 ingin segera kesana. kata ranting "lalu, bagaimqna kamu bisa sampai disini?" tanyaku heran. "saat itu, malam yang hening. Rembulan enggan menampakkan diri. tiba tiba angin dan hujan datang begitu derasnya. Yang aku fikirkan saat itu adalah, jika aku patah dari dahan ku aku harus jatuh di sungai itu agar aku bisa sampau di lautan itu. Tiba tiba petir menyambar dahanku dan aku patah jatuh di bebatuan besar di tengah sungai besar yang mengalir deras. Aku tau aku tidak bisa berbuat apa apa. Aku hanya berdoa dan bersabar. Berhari hari aku terjebak di bebatuan itu. pada suatu pagi, angin mendorongku sedikit demi sedikit hingga akhirnya aku terjatuh ke sungai. Dalam hatiku berkata. Inilah saatnya aku harus berjuang demi lautan itu.
Kata si ranting.
"kemudian apa yang terjadi?"  tanyaku lagi.
"perjuangan dan kesabaran serta keikhlasanku berbuah hasil yang sangat manis seperti yg kurasakan sekarang. Berhari hari, berminggu minggu, berbulan bulan aku mengarungi sungai. Rintangan dan halangan sudah pasti jadi teman perjalanan dan penantianku. Hingga suatu ketika di tepian air terjun yang tinggi perlahan aku melompat dari atas sana. Aku terbang, apakah ini rasanya cinta? sungguh indah sekali tempat ini. Hampir aku melupakan lautan sebagai tujuan akhir perjalanan hidupku. Akhirnya aku sampai di bawah air terjun yang ngeri nan indah. Aku tenggelam beberapa meter hingga aku tak sadarkan diri. Aku hanya merasa tempat apa ini? apakah ini tempat yang aku tuju?. Beberapa menit kemudian aku siuman dan melihat disekelilingku banyak bunga bunga dan kupu kupu. Kicauan burung dan rusa kecil saling mengejar bercanda ria. Aku berfikir inikah syurga? oooohh indahnya. Aku mulai tersadar lagi ketika seekor rusa kecil menunjukkanku jalan menuju lautan. Aku ingat dan cepat cepat kembali aku berenang menuju tempat yng selama ini aku impikan. Hingga akhirnya aku saimpai disini tempat yang begitu luas dan tak berujung. Inilah tempat yang aku impikan.
Cerita panjang si ranting takvterasa hari semakin siang. Setelah ranting itu meninggalkanku banyak pelajarang yang aku dapatkan dari cerita perjuangannya mendapatkan cinta sejatinya. Perjuangan, kesabaran, keikhlasan, doa yang tulus itu kunci utama mendapatkan cinta sejati. Biarkan cinta itu mengalir seperti air meski akan banyak rintangan dan halangan tapi pada akhirnya akan ada muara yang akan membalas semua yang kita lakukan demi sebuah cinta.
Aku jadi teringan pada kata kata seorang wanita "biarkan kita mengembara hati yang sedang membara biarkan kisah ini mengalir seperti air. Aku akan berlabuh pada dermaga hatimu. Menyantap sore penuh cinta.

2 Oktober 2013

pengakuan sang anak hujan part 5

“benarkah kamu ukti sahabatku...?”

kataku,  semua mata menuju kepadanya, wanita itu memberikan senyuman dan berkata

“iya...”           

Aku tak dapat berkata-kata setelah mendengar jawabannya, semua teman-temanku masih saja terdiam bingung sama sepertiku masih tetap terdiam.  Sekian lama kami tidak saling bertemu, hanya lembaran – lembaran surat yang mempertemukan kami.

"benarkah kamu ukhti sahabatku...? kamu yang mengirim surat ini untukku kan...?"

Sekali lagi aku bertanya, sejenak suasana menjadi sepi, hari semakin gelap masih ditemani dengan rintik hujan dan angin yang bertiup mengoyangkan rerumputan sekitar. 

 "iya... itu aku yang mengirimnya, terimakasih sudah membacanya..."  

Jawabnya. Teman - temanku tetap terdiam, dan satu persatu mulai memecah kesunyian dengan menanyakan kabar padanya, tapi tidak denganku, aku masih mencoba menerjemahkan perasaanku saat ini, apakah ini rasa senang bertemu dengan sahabatku kembali ataukah ini rasa yang penuh dengan ambang kebingungan, apa yang harus aku lakukan? akupun tidak tau.

hujan masih tetap menemani kerinduan – kerinduan diantara kami, berisiknya sungai menambah suasana seperti kembali seperti dulu saat - saat setiap kali pulang sekolah dan berdiam sejenak ditempat ini.  Sekian lama aku bersama teman - teman ku menikmati suasana melepas rindu akan kenagan - kenangan masa lalu ketika masih sekolah, saling menanyakan kabar, saling menyombongkan kehebatannya, menyombongkan prestasi – prestasi yang sudah tercapai, tetap aku dan dia tidak berani berkata – kata dan tertunduk malu saat mata bertemu pandang.

TERAPUNG DAN PERGILAH...

Suasana ini mengingatkanku dulu, hampir setiap kali pulang sekolah bersama teman – temanku berdiam ditempat ini, saat memancing dan menunggu umpan kami ditarik oleh ikan, hari itu tidak seperti biasanya yang selalu ditemani hujan, sore itu hujan telah berhenti dan digantikan oleh warna abu abu pada langit, kemudian aku mengambil sebuah buku dari dalam tasku dan aku mulai menulis satu kata demi kata yang kurangkai hingga menjadi sebuah kalimat yang indah yang kunamai puisi.

“ SANDIWARA SORE y_y

Percik

Hujan menyudahi sore yang bersandiwara
Keinginjumpaan didendangkan kekakuan
Pada tiap helai daun yang menari dingin
Melukis harap, cemas, takut

Rindu

Mencoba mengeja pelangi
Yang sempat dilukis
Sebelum surya menutup hari
Dengan senyum yang beku.”


Aku menghela nafas panjang dan aku memandang langit sejenak yang masih diselimuti mendung sisa – sisa hujan tadi, tiba – tiba dari arah belakang sobri sahabatku yang lain merampas bukuku dan sambil berlari – lari ia membacakan puisi yang belum selesai kubuat. Soleh, andri, dan imam menertawakanku, langsung saja aku mengejar sobri untuk mengambil buku itu tapi sobri masih tetap berlari dan melemparkan buku itu ke arah soleh, kukejar buku itu tapi soleh kemudian mengambilnya dan kembali melemparkan buku itu ke arah sobri,   

            “akhi... akhi... akhii... umpanmu ditarik ikan besar, bantuin aku menariknya siniii..!!!”


sambil berteriak imam yang tadi menertawakanku kini ia menertawakan pancingku yang susah ditariknya, ketika sobri sedang menoleh kearah imam dan langsung saja aku mengambil buku yang ada ditangannya, memang arus sungai sore ini lebih deras dari hari – hari sebelumnya, dan soleh membantu imam menarik pancingku,

            “ikannya besaaaaaaarrr!!!”


teriak imam, tapi karena arusnya yang cukup deras dan mungkin ikannya juga besar tali pancingku putus dan wajah kami yang tadinya riang berubah menjadi topeng kekecewaan karena tali pancingnya putus sehingga kami tidak jadi mendapat ikan besar sore ini. Kami masih memasang muka kecewa tapi sobri tidak dan dia kembali mengejekku

“akhi itu puisi buat ukhti yaa...? hahahahaa... sudahlah sooob, ukhi itu sudah ndak di sini lagi, mungkin dia sekarang sudah mendapatkan teman baru di sana, jadi gak usah sedih terus menerus.”


Celoteh sobri yang mencoba menjelaskan sesuatu padaku padahal memang dia orangnya sok tau tapi sok menjelaskan yang sudah aku ketahui masal itu,

“benar apa kata sobri akh biarkan dia menggapai cita – citanya dengan caranya sendiri, sahabat kan tidak selalu bersama – sama”


kata soleh menambahkannya, dalam hati berkata kenapa mereka  mengatakan seperti itu, padahal puisi ini bukan untuk dia, dan puisi ini juga belum selesai kubuat. Perasaanku jadi tidak enak gara – gara puisi yang kubuat barusan jadi gak ceria lagi suasana memancing ini.  Aku mengambil ranting kayu dan kubungkus dengan kertas puisiku tadi

            “wahai air bawalah kertas ini kemana kau mau, jangan bawa kertas ini kembali padaku, mengaung dan pergilah dari sini...!!”.


Teriakku sambil melemparkan kertas itu, dan sejak saat itu aku memutuskan tidak lagi mengenang masa – masa bersama sahabatku yang sudah memilih untuk belajar jauh di sebrang pulau ini.

* * *

Tiba – tiba dia menghampiriku dan dia mengulurkan sebuah surat kepadaku, dan dia berpamitan padaku kalau dia besok pagi sudah harus kembali ke jogja. Hanya itu yang dia sampaikan padaku. Semakin sore dan hari semakin berlalu semua teman – temanku mulai berpamitan untuk pulang, hingga akhirnya tinggal aku, soleh, imam, dan sobri,

            “akh... dia ngasih surat lagi buat kamu..?”


Kata sobri, aku terdiam sejenak dan aku menganggukan kepala mengiyakannya. sungguh singkat hari ini belum sempat ku menikmati keindahan dan arti hari ini, tapi ia (sore) sudah enggan berlama - lama bermain denganku, dengan kita, dengan kami. di ufuk timur nan jauh disana langit melukis pelangi dibawah awan abu abunya, burung - burung berterbangak menuju sarangnya hendak melepaskan rasa lelah seharian ini, kini tinggalah aku sendiri ditempat ini di tempat penuh dengan kenangan manis, kenangan masa - masa itu.  sobri, soleh dan imam berpamitan pulang dan aku masih enggan untuk melangkah meninggalkan tempat ini, aku ingin berlama - lama di tempat ini, udara ini, angin ini, pelangi itu, rinai hujan memperindah suasana. perlahan aku mengambil buku dan aku mulai mengeja kata, belum jadi aku hendak menulis aku teringat surat yang ia beri tadi, suara itu, senyuman itu dan tatapan mata itu, masih sama seperti 10 tahun yang lalu.

perlahan aku membuka isi amplopnya, dan kubuka kertas itu, ku mulai membaca surat itu dengan helaan panjang.

"  Assalamualaikum warahmatullah...

malam yang hening...
dengan diiringi tarian lampu di sampingku yang terus menerus tertiup angin...
kadang redup kadang terang, tergantung seberapa kuat angin meniupnya...BERSAMBUNG...

By. Banyu mili